Senin, 29 Maret 2010

MAKNA AQIQAH

Makna Aqiqah
Aqiqah adalah sembelihan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang bayi. Jumhurul ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad baik bagi bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Pelaksanaannya dapat dilakukan pada hari ke tujuh (ini yang lebih utama menurut para ulama), keempat belas, dua puluh satu atau pada hari-hari yang lainnya yang memungkinkan.

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama”. (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

Yang lebih utama adalah menyembelih dua ekor kambing yang berdekatan umurnya bagi bayi laki-laki dan seekor kambing bagi bayi perempuan. Dari Ummi Kurz Al-Ka’biyyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.” (HR. Ahmad 6/422 dan At-Tirmidzi 1516)

Dalam pelaksanaan aqiqah sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang tua bayi. Kalau toh ingin menitipkannya kepada orang lain, kita harus yakin bahwa hal tersebut dilakukan sesuai dengan tuntutan syari’ah. Jangan sampai kita menitipkan sejumlah uang kepada suatu lembaga atau perorangan, kemudian uang tersebut dibagikan langsung sebagai pengganti daging. Praktek yang demikian tentunya tidak sesuai dengan tuntunan sunnah yang mensyaratkan adanya penyembelihan hewan dalam pelaksanaan aqiqah.

Mencukur Rambut

Mencukur rambut bayi merupakan sunah Mu’akkad, baik untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan yang pelaksanaannya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran dan alangkah lebih baik jika dilaksanakan berbarengan dengan aqiqah.

Hal tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan) Dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda : “Hilangkan darinya kotoran” (HR. Al-Bazzar)

Ibnu sirin ketika mengomentari hadis tersebut berkata: “Jika yang dimaksud dengan kotoran tersebut adalah bukan mencukur rambut, aku tidak mengetahui apa maksudnya dengan hadis tersebut.” (fathul Bari)

Mengenai faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah dimana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi” (Athiflu Wa Ahkamuhu, hal 203-204)

Kemudian rambut yang telah dipotong tersebut ditimbang dan kita disunahkan untuk bersedekah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambut bayi tersebut. Ini sesuai dengan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya fatimah RA : “Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin” (HR Tirmidzi 1519 dan Al-Hakim 4/237)

Dalam pelaksanaan mencukur rambut, perlu diperhatikan larangan Rasulullah SAW untuk melakukan Al-Qaz’u, yaitu mecukur sebagian rambut dan membiarkan yang lainnya (HR. Bukhori Muslim).

Ada sejumlah gaya mencukur rambut yang termasuk Al-Qaz’u tersebut :

*
Mencukur rambut secara acak di sana-sini tak beraturan.
*
Mencukur rambut bagian tengahnya saja dan membiarkan rambut di sisi kepalanya.
*
Mencukur rambut bagian sisi kepala dan membiarkan bagian tengahnya
*
Mencukur rambut bagian depan dan membiarkan bagian belakan atau sebaliknya.

Pemberian Nama

Nama bagi seseorang sangatlah penting. Ia bukan hanya merupakan identitas pribadi dirinya di dalam sebuah masyarakat, namun juga merupakan cerminan dari karakter seseorang. Rasululloh SAW menegaskan bahwa suatu nama (al-ism) sangatlah identik dengan orang yang diberinama (al-musamma) Dari Abu Hurairoh Ra, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Kemudian Aslam semoga Alloh menyelamatkannya dan Ghifar semoga Alloh mengampuninya.” (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)

Ibnu Al-Qoyyim berkata: Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya.

Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadis di bawah ini: Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya” (HR. Bukhori 5836) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-�Isawiy hal 65)

Oleh karena itu, Rasululloh SAW memberikan petunjuk nama apa saja yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak kita. Antara lain: Dari Ibnu Umar Ra ia berkata: Rasululloh SAW telah bersabda: “Sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Alloh adalah Abdulloh dan Abdurrahman.” (HR. Muslim 2132) Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan jangnlah engkau menggunakan kun-yahku.” (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Berkaitan dengan kapan saat yang tepat untuk pemberian nama bagi bari yang baru lahir, para ulama menyatakan hal tersebut sebaiknya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran berbarengan dengan pelaksanaan aqiqah dan pencukuran rambut. Namun juga pemberian nama tersebut boleh dilakukan sebelumnya. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

Syukuran 40 Hari

Berkaitan dengan perayaan 40 hari setelah kelahiran jabang bayi, kami berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana di atas. Kalau memang ingin memperkenalkan bayi kepada para tetangga, kenapa hal tersebut tidak dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan aqiqah?

Kami kira, adat atau kebiasaan perayaan tersebut merupakan warisan masa lalu yang masih banyak dipercayai dan dilaksanakan oleh masyarakat kita. Tentunya ini adalah tugas kita untuk menyampaikan yang sebenarnya kepada mereka berkaitan dengan tuntunan Rasulullah SAW dalam pelaksanaan aqiqah. Anda dapat menyampaikan kepada orang tua anda bahwa pelaksanaan aqiqah merupakan ungkapan syukur kita kepada Allah atas kelahiran bayi.

Disamping itu, dalam pelaksanaannya kita juga bisa mengundang para tetangga dalam syukuran aqiqahan ini atau membagi-bagukan daging aqiqah kepada mereka. Dengan sendirinya ini juga merupakan proses memperkenalkan jabang bayi yang baru lahir kepada tetangga. Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,